Kamis, 13 September 2012


ANALISIS KARYA AJIP ROSIDI
DALAM KARYA RORO MENDUT DAN PRANACITRA


A.S. Hornby mengartikan ilmu sebagai “Science is organized knowledge obtained by observation and testing of fact ( ilmu adalah susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta – fakta )”. Ilmu diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya.[1]
            Van Peursen, dalam melihat prosesi budaya, menganggap bahwa zaman modern adalah fase budaya fungsional yang lebih menekankan aspek pragmatis bagi setiap kehidupan manusia.[2] Berbagai cara manusia tempuh untuk menangkap suatu realitas kehidupan yang kompleks, salah satunya ialah dengan bercerita, menulis, dan mencurahkan. Dengan tiga cara tersebut dapat menghasilkan sebuah karya. Dan salah satu di antara cara itu adalah Prosa. Setiap cara tidak pernah menyingkapkan secara utuh realitas kehidupan, tetapi hanya parsial saja.
            Prosa memiliki keunikan dan keunggulannya sendiri dalam menyingkapi realitas kehidupan, sekurang-kurangnya ialah perspektif dari seorang pengarangnya. Secara subjektif cerpen merupakan produk imajinasi seorang pengarang yang menuangkan idenya kedalam sebuah cerita. Kadang imajinasi tersebut membawa pembaca kepada alam yang diciptakan oleh seorang pengarangnya.
Justifikasi menghendaki objek, karena terhadap obyek itulah relevansi kepentingan kita dikuatkan. Di sini justifikasi itu dipertemukan dengan realitas dan pandangan hidup pembaca. Pertemuan itulah yang menghadikan suasana: marah, risau, mual, sedih riang, lega, dan seterusnya. Justifikasi juga hadir karena kepentingan politis kita, yaitu untuk memproduksi suasana. Dengan kata lain, sugesti cerita timbul dari timbunan antropologi pembaca, yaitu mencakup semesta pikiran, kondisi, batin dan proyek politiknya. Pertemuan ini lah yang menghidupkan kritik dan apresiasi sastra. [3]
            Untuk menghidupkan kembali kritik sastra dan apresiasinya ialah dengan dilakukannya penelitian terhadap karya sastra tersebut. Kajian sastra merupakan suatu tolak ukur terhadap para kritikus sastra. Disini penulis mencoba menganalisis dan meneliti karya sastra yang berjudul Roro Mendut dan PranaCitra. Hal ini sangat menarik untuk diteliti dan dibandingkan secara rinci terhadap apa itu isi dalam dua karya tersebut, dan melihat dari sisi sebelah mana penulis membandingkan karya sastra tersebut.
            Mengapa karya tersebut menjadi pilihan penulis terhadap penelitian. Karena, pada bagian ini terdapat sisi social tentang. Kehidupan social menjadi menarik untuk diteliti ketika kehidupan tersebut keluar pada tatanan jalur yang telah disediakan oleh sang penguasa alam. Menurut sapardi Djoko Damono (1978) mengemukakan beberapa pendapat mengenai aneka ragam pendekatan karya sastra. Ia menemukan setidaknya tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam sosiologi sastra, yaitu sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status social, ideology social, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra; sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri; dan sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh social karya sastra.[4]
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ataupun analisis karya dalam makalah ini berkaitan dengan kehidupan social pada masa itu. dan perbandingan terhadap dua karya itu kepada aspek-aspek kebudayaan yang melahirkan karya tersebut.
 Maka identifikasi masalah dibuat berdasarkan pertanyaan berikut.
1.      Apa pengaruh Sosial Budaya terhadap Karya tersebut?
2.      Melalui pembaca, Apa dampak psikologis setelah mereka membaca karya tersebut?

Maksud dan tujuan terhadap Makalah ini ialah jawaban dari identifikasi sebuah masalah yang telah dipaparkan, yaitu
1.      Mengetahui Pengaruh Sosial Budaya terhadap dua karya tersebut.
Penelitian yang dilakukan berdasarkan dari sisi sebuah kebudayaan dan aspek-aspek social yang ditonjolkan. karya tersebut dapat mengusung adanya suatu jawaban terhadap sisi-sisi kehidupan masyarakat social dalam isi karya tentang apa yang telah ditulis oleh pengarangnya.
Memahami pemikiran seseorang, tidak bisa dilepaskan dari perspektif historis kelahiran pemikiran beserta ruang lingkup yang mempengaruhinya. Ada berbagai faktor yang turut terlibat dalam memunculkan karakteristik pemikiran seseorang. Manusia itu makhluk historis, seseorang berkembang dalam pengalaman dan pikiran, bersama dalam lingkungan dan zamannya.
Pemikiran merupakan suatu pergulatan kreatif terhadap kegelisahan dan ego yang dihubungkan ketika berhadapan dengan realitas social. Hal ini dilakukan untuk sebauh refleksi kekhawatiran dan keprihatinan terhadap sesuatu yang dianggap “sangat” dalam dan bagi kehidupan manusia.
Williams (Johnson 1987) beranggapan bahwa konsep hegemoni melampaui konsep ideology dengan tekanannya pada kesepakata dengan tatanan social yang berkuasa yang diamankan lewat cara yang didalamnya proses social lebih dihayati daripada dipaksakan dengan pemaksaan gagasan atau kesadaran oleh suatu kelas terhadap kelas yang lain.[5]
Objek utama penelitian ini adalah sebuah cerita yang bertemakan cinta terlarang. Aspek utama yang diteliti adalah sisi kehidupan social dan sisi psikologis karakter atau watak mereka di dalam cerita. Berbicara tentang karya ini mungkin banyak orang telah mengetahui ceritanya, cerita ini diambil dari cerita berjudul yaitu Roro Mendut dan PranaCitra berasal dari Jawa yang diangkat oleh Ajip Rosidi kedalam sebuah novel.
Dengan dua teori dan pendekatan tersebut akan terlintas dan terjawab  apa makna yang tersirat dalam kedua cerita tersebut dan dampak dari pengaruh social terhadap dua cerita ini. Telaah dini dimulai dengan mencoba memahami perkembangan budaya pada kedua cerita pada masing-masing negaranya.

***

Teori hegemoni Gramscian telah membuka dimensi baru dalam studi soiologis mengenai kesusastraan. Kesusastraan tidak lagi di pandang semata-mata sebagai gejala kedua yang tergantung dan ditentukan oleh masyarakat kelas sebagai infrastrukturnya, melainkan dipahami sebagai kekuatan sosial, politik dan cultural yang berdiri sendiri, yang mempunyai system tersendiri, meskipun tidak lepas dari infrastrukturnya. Penulis mengambil studi sastra melalui teori hegemoni dari Raymond Williams. Disini penulis tidak hanya mencakup tentang tataran teori hegemoni tetapi juga dalam tataran psikoanalisis. Kedua teori tersebut mempunyai hubungan yang menurut penulis sangat erat, karena pada taraf kehidupan sosial adakalanya psikologi seseorang juga pastinya berbeda. Gejolak ini merupakan krisis hubungan manusia, sekaligus guncangan sosial.
Motif masyarakat manusia pada akhirnya akan berupa motif ekonomi.’ Pernyataan ini dibuat oleh Freud, bukan Karl Marx, dalam introductory lectures and psychoanalysis. Hingga saat ini yang mendominasi sejarah manusia adalah kebuthuan untuk bekerja;dan bagi Freud kebutuhan yang keras ini berarti kita harus merepresi sebagian kecendrungan kita untuk bersenang-senang dan memuaskan diri.[6] Maksudnya disini ialah manusia pada hakikatnya ingin memiliki kepuasan yang fundamental dan seolah ingin mendapatkan hal yang lebih dari cukup maka disini Freud mengatakan demikian. Begitu juga pada sebuah cerita tentang Roro Mendut dan PranaCitra memiliki suatu tatanan sosial yang menarik untuk dibahas menggunakan dua teori tersebut melalui pendekatan sosial dan psikologinya.
Williams mengatakan dalam bukunya yang berjudul Culture and Society (1967) Williams menolak teori marxis ortodoks menurutnya masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu totalitas yang tidak terpisahkan satu sama lain. Didalam totalitas itu tidak ada perbedaan tingkat atau derajat antara elemen-elemen pembentuknya baik yang berupa infrastruktur maupun superstrukturnya. Setiap usaha untuk mengambil salah satu elemen dalam totalitas itu pastilah akan membuahkan penemuan mengenai elemen yang lain yang tercermin di dalamnya[7].
Pendapat Williams tersebut itu bisa dibenarkan ketika konteks tesebut disematkan kepada kedua cerita bandingan tersebut, hanya saja perbedaan sebuah latar belakang ekonomi yang menjadi sebuah jembatan terhadap dua cerita tersebut ialah perbedaan antara struktur sosial yang terdapat pada masing-masing negaranya.
 ***
Setelah dijelaskan secara singkat tentang metode penelitian diatas, penulis ingin lebih merincikan bagian tersebut. Pada bagian awal penulis menjelaskan bahwa karya tersebut ialah Roro Mendut dan PranaCitra, dengan menggunakan teori hegenoni dari Raymond Williams dan Psikoanalisis Sigmund Freud terhadap keduanya. Inti pada bagian ini sebenarnya ialah untuk membandingkan kedua karya tersebut.
Masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu totalitas, didalamnya tidak ditemukan hubungan determinasi antara elemen yang satu dari elemn yang lain. Yang ada hanyalah hubungan pembatasan (setting limits). Pada giliranya, untuk mengatasi persoalan determinisme tersebut Williams menggunakan konsep hegemoni Gramscian (Wolff 1982).[8]
Menurut gramsci, criteria metodologis yang menjadi dasar studinya didasarkan pada asumsi, bahwa supremasi suatu kelompok social menyatakan dirinya dalam dua cara, yaitu sebagai dominasi dan kepemimpinan moral. Satu hal yang menjadi acuan penulis ialah melihat dua sisi cerita yang sama dan apakah dari kedua cerita tersebut bukan berarti kehidupan social pada masa itu tidak berbeda. Kita bisa melihatnya dengan cara menganalisis dan membandingkan kedua karya tersebut pada tatanan social.
Bagi Gramsci, sejarah adalah suatu proses konflik-konflik dan kompromi-kompromi yang di dalamnya suatu kelas fundamental akan muncul sekaligus sebagai dominan dan direktif, tidak hanya dalam batasan ekonomik saja tetapi juga dalam batasan Moral dan intelektual. Bila mengintip sebentar mengenai isi cerita ini, kita dapat melihat bahwa cerita tersebut merupakan suatu tanggapan atau tindakan keras seorang yang mempunyai wewenang dalam keluarga melarang mereka untuk mencintai satu sama lain. Mengapa demikian? Pastinya ada salah satu penyebab mengapa mereka dipisahkan dan tidak boleh saling mencintai. Mungkin kita dapat melihatnya dari segi social dan psikologisnya. Menurut penulis bisa saja seorang pengarang cerita tersebut melihat pada kehidupan nyata dan bisa saja itu hanya merupakan imajinasi kreatif seorang pengarang.
Maka dalam makalah ini penulis akan mencoba memaparkan semua sentuhan social dan psikologisnya terhadap karya tersebut. Psikologis atau dalam karya sastra itu disebut Psikoanalisis yang bukan sekedar teori mengenai pikiran manusia, tetapi juga praktik untuk menyembuhkan mereka yang mentalnya dianggap sakit atau terganggu. Penyembuhan demikian, bagi Freud, tidak dicapai hanya dengan menjelaskan pada pasien kesalahan dalam dirinya dan mengungkapkan padanya motivasi tak sadarnya. Ini merupakan bagian dari praktik psikoanalisis, tetapi itu saja tidak akan menyembuhkan siapapun.[9]
Maka dari itu penulis mencoba melihat dari sisi pengaruh psikologisnya terhadap pembaca pada masa itu dan juga sekarang dengan menggunakan teori psikoanalisis melalui pendekatan psikologisnya Sigmund Freud.
 ***
“Kisah roro mendut diawali dengan pertemuan Roro Mendut yang berawal sama-sama menghadapi hidup penuh penderitaan di masa bocah, Roro Mendut dan Kumuda akhirnya dipertemukan. Kumuda yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga mafia hingga nyaris tidak pernah mengenal Tuhan, bertemu dengan Roro Mendut yang walaupun masih bocah dan hidup miskin serta terlunta-lunta tetapi sudah mendalami ilmu agama dengan baik.”
Diatas merupakan sebuah penggalan cerita tentang roro mendut yang awalnya bertemu dengan Kumuda. Krisis social pada penggalan cerita diatas telah dapat dilihat ketika seorang yang awalnya selalu bersama tetapi karena berbeda pendidikan ketika mereka dibesarkan akhirnya salah satu dari mereka memiliki perbedaan pemikiran dan juga pengetahuan. Untuk alas an yang menyangkut evolusi, kita terlahir dalam keadaan hampir sama sekali tak berdaya dan untuk bertahan hidup seluruhnya bergantung kepada perawatan anggota species kita yang lebih dewasa, biasanya orang tua kita. Ketergantungan yang diperpanjang dengan tak lazim pada orangtua kita ini, pertama-tama muncul kepermukaan ialah sebuah materi.[10] Seperti yang terlihat pada penggalan cerita diatas, itu tergantung dari struktur bimbingan terhadap pendidikan yang diberikan kepada seorang anak. Hal materi juga menjadi seuatu momok yang begitu sering dikeluhkan oleh para anggota keluarga khususnya pemimpin keluarga. Yang tadinya berpikir untuk memberikan materi yang baik kepada sang anak tetapi beban psikologis yang ditampung begitu berat dan akhirnya menjadi buta akan segala hal.
Factor lingkungan juga menjadi penyebab pada psikologis seorang anak contohnya diatas ialah Kumuda ia dilahirkan dan dibesarkan ditengah-tengah keluarga seorang mafia. Dan tidak menutup sebuah kemungkinan apabila dia besar menjadi seorang mafia karna factor psikologis yang telah dicampuri hal yang buruk.
Kisah percintaan romeo dan Juliet itu tidak mempunyai restu oleh orang tuanya dikarenakan keturunan yang berbeda, tetapi, apa daya mereka mencoba untuk berbicara apa kata hati mereka. Dan kisah ini pun tidak ada bedanya dengan kisah Roro Mendut dan PranaCitra. berlatar belakang masa keemasan Mataram di bawah Susuhunan Adiprabu Hanyakrakusuma Ing Alaga Sayidin Panatagama novel ini juga memberikan gambaran mengenai adat istiadat dan sistem hukum di kalangan para ningrat istana yang sangat sarat dengan konflik dan persekongkolan jahat. Hak rakyat di bawah sistem monarkhi absolut dimana raja adalah perwakilan Tuhan, adalah sebagai budak yang setiap saat harus menyerahkan segala miliknya, bahkan diri dan nyawanya apabila sang raja berkenan memintanya. Perbedaan terhadap keduanya menjadikan dan mengorbankan anaknya sebagai korban kekejaman orang tua mereka masing-masing.
Mungkin apabila bebicara tentang kisah ini hubungan yang terjadi memang didasari oleh factor politik social. Dan kejadian ini bukan hanya ada disebuah cerita belaka, para pembaca biasanya mendapatkan pengaruh yang positif dan kadang negative khususnya pada tataran orangtua anak apabila mereka ditaruh pada bagian pembaca. Pemikiran pembaca memang sulit untuk ditebak, karena mereka awalnya berpikiran baik tetapi dari sikap dan perilaku mereka kadang dipengaruhi oleh sebuah cerita. Banyak dari para pembaca telah mengetahui kedua kisah tersebut, berarti bukan kemungkinan yang kecil pengaruh cerita tersebut terhadap tatanan social tiap anggota keluarga itu menjadi berbeda.
Stasus social menjadi sebuah acauan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena seperti pada zaman sekarang ini, status social sangat diperhitungkan. Mungkin seseorang ada yang berpikiran seperti itu dan tidak menutup kemungkinan ada juga yang berbeda. Taraf kehidupan di Indonesia khususnya itu sangat mementingkan status social ketimbang pengalaman pendidikan. Pada tataran psikologi juga sangat, dan pengaruh pada novel ataupun cerita seperti tema yang tak lain tentang percintaan yang terlarang biasanya. Membuat dampak yang sangat negative terhadap kehidupan social.
Tidak hanya cerita-cerita dalam novel maupun dongeng tetapi juga pada film-film berseri juga mempunyai dampak positif fan negative. Dan pada dasarnya dampak negative itulah yang lebih memenangkan jiwanya untuk bersikap.
Menurut Williams (1986), tahun 1848 menandai terbentuknya masyarakat borjuis di Inggris. Apabila kelas social mendeterminasi secara langsung ideology dan bentuk-bentuk kesusastraan, yang seharusnya terjadi adalah bawha sastra yang berkembang dan dominan adalah sastra borjuis[11]. Akan tetapi yang terjadi tidak sesederhana itu. sama halnya seperti cerita kisah Romeo and Juliet. Tatanan social masyarakat social di Inggris seperti demikian, yaitu penganut borjuisme yang mengusung kesetaraan gender terhadap kehidupan social suatu masyarakat pada umumnya.
***
Sebuah karya sastra dunia maupun nasional menjadi ketergantungan ataupun sebuah refleksi tentang kehidupan social didunia. Pada masanya kehidupan tataran social pada masyarakat pemerintah pusat di Kerta pada waktu itu. status kehidupan social menjadi kebanggaan tiap masyarakat. Setiap ruang lingkup kehidupan bermasyarakat dibedakan dengan suatu kelas social pada masa itu. dan pengaruh psikologi itu menjadi salah satu tataran yang pada akhirnya membuat manusia menjadi sesuatu yang gila atau melenceng. Oleh karna itu, kehidupan social politik dan Psikologi itu harus dibarengi dengan bimbingan dan keseimbangan dalam taraf kehidupan.
  
DAFTAR PUSTAKA
Faruk DR. 1994, Pengantar Sosiologi Sastra, Jogjakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Terry Eagleton, 2006, Teori Sastra, sebuah pengantar komprehensif. Kata Pengantar Widiawati Harfiyah, Jogjakarta: Percetakan Jalasutra.
Peursen Van A.C.Dr.Prof, 1988, Strategi Kebudayaan. Jogjakarta: Penerbit Kanisius.
Damono Djoko Sapardi, 2005, Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.


[1] Depdikbud 198, KBBI
[2] C. A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta,1978.
[3] Smokol, cerpen kompas pilihan 2008, Hal xii. Cetakan pertama 2009.
[4] Pengantar sosiologi sastra, Hal 4. Dr. Faruk, 1994
[5] Teori Hegemoni, Pengantar sosiologi sastra. DR. Faruk 1994.
[6] Teori sastra-psikoanalisis, Terry Eagleton. Jogjakarta-Bandung, 2007.
[7] Teori Hegemoni dalam studi sastra. Pengantar sosiologi sastra, DR. Faruk Cetakan I 2004,Jogjakarta
[8] Teori Hegemoni, Raymond Williams. Pengantar Sosiologi Sastra, DR. Faruk. 2004
[9] Psikoanalisis, Teori Sastra. Terry Eagleton. 2007
[10] Psikoanalisis, Pengantar teori sastra. Terry Eagleton. 2004
[11] Teori Hegomoni, pengantar sosiologi sastra. DR. Faruk 1994

0 komentar:

Posting Komentar

 

World of Mine Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates