Senin, 06 Juni 2011

0 wanita modern dan feminisme

Dua hari yang lalu saya tidur larut malam, hanya untuk menonton sebuah sinema ditayangkan oleh televisi swasta. Kisah seorang wanita yang berasal dari wonogiri berusaha untuk mempertahankan haknya sebagai seorang istri yang tidak mempunyai hak dihadapan suami dan keluarga suaminya.
Wagina bicara lagi, sebuah sinema yang berhasil membuat saya menulis dalam blog ini. Interpretasi seseorang tidak mutlak menghakimi bahwa sesuatu harus demikian adanya. Disini saya menginterpretasikan sinema ini sebagai sebuah potret feminisme ditengah kehidupan modern rakyat Indonesia, menurut Prof. DR. Hamka Terbukanya keran demokrasi dan kebebasan berbicara telah membuka suara-suara dan ide-ide yang selama ini cendrung bungkam karena ditekan oleh tindakan represif penguasa. Sekarang, setiap orang bebas mengekspresikan kehendaknya tanpa takut lagi akan dihukum, diberendel, dan diberangus oleh pihak-pihak tertentu yang merupakan perpanjangan tangan penguasa. Begitu pula dengan sinema yang satu ini, bahwa wagina menggunakan hak-haknya yang berjalan secara wajar pada awalnya ternyata tidak mendapatkan sebuah dukungan dan ia lebih cenderung bungkam.
Pemilihan sebuah judul juga menjadikan saya lebih kuat bahwa isi dari cerita ini merupakan sebuah bentuk perumpamaan wanita yang mencoba berbicara kepada para represif penguasa dan tak lain kaitannya dengan kesadaran para wanita bahwa mereka juga dapat berbicara. Emosi yang ditampilkan karakter kepada pembaca ialah kekesalan terhadap suami yang kurang bertanggung jawab dalam menghidupi keluarga dan anak-anaknya, peran wajah seorang karakter yang diperani oleh (wagina) itu sangat mendalam dan kadang membuat emosi penonton menggebu sampai-sampai membantu berbicara lewat imajinasi penonton.
Kisah ini sangat menonjolkan sisi wanita Indonesia yang mungkin pada dasarnya banyak melakukan “pernikahan diusia dini” tanpa dibarengi sebuah pengetahuan lebih dampak dan apa saja yang akan dihadapi oleh mereka.
Wagina seorang wanita modern yang sederhana, ia mencoba mempertahankan haknya sebagai wanita yang memiliki tekanan agar permintaannya dapat dikabulkan. Mempertahankan hak berarti ia memiliki pemikiran bahwa seorang wanita tidak harus diam menerima ketika mereka dicerca atau diasingkan dari kehidupan kekeluargaan. Pemikiran tersebut juga merupakan cikal bakal sebuah pemikiran feminisme.
Diakhir cerita Wagina mendapatkan kiriman surat dari rekan sekantornya dulu dan ternyata surat tersebut yang akan merubah kehidupannya kelak setelah ia bercerai dengan suaminya. Dengan bangga ia menghampiri anaknya yang pada kala itu sedang mengadakan upacara bendera ketika Indonesia sedang berulang tahun. Seraya kedua anaknya bertanya ke Wagina “ibu apakah kita sudah merdeka?” dengan percaya diri wagina menjawab “iya nak, kita sudah merdeka!”.
Merdeka dalam tanda kutip ia berhasil membuat dirinya bangga, tidak sebagai wanita Indonesia yang berada dalam tekanan dan jajahan seorang pria. Tetapi ia berhasil mempertahankan haknya sebagai wanita modern yang bebas berbicara, walau hanya dalam sebuah surat keputusan yaitu tentang perceraiannya.
Ini bukan sebuah dukungan moril terhadap wanita, bahwa wanita laiknya seperti Wagina. tetapi tidak demikian adanya. Ada suatu pertimbangan sebelum kita semua berkehendak dan pesan moral yang ditonjolkan didalam lebih kepada sebuah amarah dapat dipadamkan dengan kesabaran yang sangat, sabar tidak memiliki batasan. Ketika seseorang berkata “kesabaranku telah habis” saya memaknainya dengan bahwa orang yang telah berkata demikian itu sendiri tidak mempunyai sebuah kesabaran.

0 komentar:

Posting Komentar

 

World of Mine Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates