ANALISIS KARYA AJIP ROSIDI
DALAM
KARYA RORO MENDUT DAN PRANACITRA
A.S.
Hornby mengartikan ilmu sebagai “Science
is organized knowledge obtained by observation and testing of fact ( ilmu
adalah susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan
percobaan dari fakta – fakta )”. Ilmu diartikan sebagai suatu pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode
tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang
(pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan
sebagainya.[1]
Van
Peursen, dalam melihat prosesi budaya, menganggap bahwa zaman modern adalah
fase budaya fungsional yang lebih menekankan aspek pragmatis bagi setiap
kehidupan manusia.[2]
Berbagai cara manusia tempuh untuk menangkap suatu realitas kehidupan yang
kompleks, salah satunya ialah dengan bercerita, menulis, dan mencurahkan.
Dengan tiga cara tersebut dapat menghasilkan sebuah karya. Dan salah satu di
antara cara itu adalah Prosa. Setiap cara tidak pernah menyingkapkan secara utuh
realitas kehidupan, tetapi hanya parsial saja.
Prosa memiliki keunikan dan keunggulannya sendiri dalam
menyingkapi realitas kehidupan, sekurang-kurangnya ialah perspektif dari seorang
pengarangnya. Secara subjektif cerpen merupakan produk imajinasi seorang
pengarang yang menuangkan idenya kedalam sebuah cerita. Kadang imajinasi
tersebut membawa pembaca kepada alam yang diciptakan oleh seorang pengarangnya.
Justifikasi
menghendaki objek, karena terhadap obyek itulah relevansi kepentingan kita
dikuatkan. Di sini justifikasi itu dipertemukan dengan realitas dan pandangan
hidup pembaca. Pertemuan itulah yang menghadikan suasana: marah, risau, mual,
sedih riang, lega, dan seterusnya. Justifikasi juga hadir karena kepentingan
politis kita, yaitu untuk memproduksi suasana. Dengan kata lain, sugesti cerita
timbul dari timbunan antropologi pembaca, yaitu mencakup semesta pikiran,
kondisi, batin dan proyek politiknya. Pertemuan ini lah yang menghidupkan
kritik dan apresiasi sastra. [3]
Untuk menghidupkan kembali kritik sastra dan apresiasinya
ialah dengan dilakukannya penelitian terhadap karya sastra tersebut. Kajian sastra
merupakan suatu tolak ukur terhadap para kritikus sastra. Disini penulis
mencoba menganalisis dan meneliti karya sastra yang berjudul Roro Mendut dan PranaCitra. Hal ini
sangat menarik untuk diteliti dan dibandingkan secara rinci terhadap apa itu isi
dalam dua karya tersebut, dan melihat dari sisi sebelah mana penulis
membandingkan karya sastra tersebut.
Mengapa karya tersebut menjadi pilihan penulis terhadap
penelitian. Karena, pada bagian ini terdapat sisi social tentang. Kehidupan
social menjadi menarik untuk diteliti ketika kehidupan tersebut keluar pada
tatanan jalur yang telah disediakan oleh sang penguasa alam. Menurut sapardi
Djoko Damono (1978) mengemukakan beberapa pendapat mengenai aneka ragam
pendekatan karya sastra. Ia menemukan setidaknya tiga jenis pendekatan yang
berbeda dalam sosiologi sastra, yaitu sosiologi pengarang yang mempermasalahkan
status social, ideology social, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai
penghasil karya sastra; sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra
itu sendiri; dan sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh social
karya sastra.[4]
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas, maka penelitian ataupun analisis karya dalam makalah
ini berkaitan dengan kehidupan social pada masa itu. dan perbandingan terhadap
dua karya itu kepada aspek-aspek kebudayaan yang melahirkan karya tersebut.
Maka
identifikasi masalah dibuat berdasarkan pertanyaan berikut.
1.
Apa pengaruh Sosial
Budaya terhadap Karya tersebut?
2.
Melalui pembaca, Apa
dampak psikologis setelah mereka membaca karya tersebut?
Maksud dan tujuan
terhadap Makalah ini ialah jawaban dari identifikasi sebuah masalah yang telah
dipaparkan, yaitu
1.
Mengetahui Pengaruh
Sosial Budaya terhadap dua karya tersebut.
Penelitian yang
dilakukan berdasarkan dari sisi sebuah kebudayaan dan aspek-aspek social yang
ditonjolkan. karya tersebut dapat mengusung adanya suatu jawaban terhadap
sisi-sisi kehidupan masyarakat social dalam isi karya tentang apa yang telah
ditulis oleh pengarangnya.
Memahami pemikiran
seseorang, tidak bisa dilepaskan dari perspektif historis kelahiran pemikiran
beserta ruang lingkup yang mempengaruhinya. Ada berbagai faktor yang turut
terlibat dalam memunculkan karakteristik pemikiran seseorang. Manusia itu
makhluk historis, seseorang berkembang dalam pengalaman dan pikiran, bersama
dalam lingkungan dan zamannya.
Pemikiran merupakan
suatu pergulatan kreatif terhadap kegelisahan dan ego yang dihubungkan ketika berhadapan dengan realitas social. Hal
ini dilakukan untuk sebauh refleksi kekhawatiran dan keprihatinan terhadap
sesuatu yang dianggap “sangat” dalam
dan bagi kehidupan manusia.
Williams (Johnson 1987)
beranggapan bahwa konsep hegemoni melampaui konsep ideology dengan tekanannya
pada kesepakata dengan tatanan social yang berkuasa yang diamankan lewat cara
yang didalamnya proses social lebih dihayati daripada dipaksakan dengan
pemaksaan gagasan atau kesadaran oleh suatu kelas terhadap kelas yang lain.[5]
Objek utama penelitian
ini adalah sebuah cerita yang bertemakan cinta terlarang. Aspek utama yang
diteliti adalah sisi kehidupan social dan sisi psikologis karakter atau watak
mereka di dalam cerita. Berbicara tentang karya ini mungkin banyak orang telah
mengetahui ceritanya, cerita ini diambil dari cerita berjudul yaitu Roro Mendut
dan PranaCitra berasal dari Jawa yang diangkat oleh Ajip Rosidi kedalam sebuah
novel.
Dengan dua teori dan
pendekatan tersebut akan terlintas dan terjawab
apa makna yang tersirat dalam kedua cerita tersebut dan dampak dari
pengaruh social terhadap dua cerita
ini. Telaah dini dimulai dengan mencoba memahami perkembangan budaya pada kedua
cerita pada masing-masing negaranya.
***
Teori hegemoni
Gramscian telah membuka dimensi baru dalam studi soiologis mengenai
kesusastraan. Kesusastraan tidak lagi di pandang semata-mata sebagai gejala
kedua yang tergantung dan ditentukan oleh masyarakat kelas sebagai
infrastrukturnya, melainkan dipahami sebagai kekuatan sosial, politik dan cultural
yang berdiri sendiri, yang mempunyai system tersendiri, meskipun tidak lepas
dari infrastrukturnya. Penulis mengambil studi sastra melalui teori hegemoni
dari Raymond Williams. Disini penulis tidak hanya mencakup tentang tataran
teori hegemoni tetapi juga dalam tataran psikoanalisis. Kedua teori tersebut
mempunyai hubungan yang menurut penulis sangat erat, karena pada taraf
kehidupan sosial adakalanya psikologi seseorang juga pastinya berbeda. Gejolak
ini merupakan krisis hubungan manusia, sekaligus guncangan sosial.
Motif
masyarakat manusia pada akhirnya akan berupa motif ekonomi.’ Pernyataan ini
dibuat oleh Freud, bukan Karl Marx, dalam introductory lectures and
psychoanalysis. Hingga saat ini yang mendominasi sejarah manusia adalah
kebuthuan untuk bekerja;dan bagi Freud kebutuhan yang keras ini berarti kita
harus merepresi sebagian kecendrungan kita untuk bersenang-senang dan memuaskan
diri.[6]
Maksudnya disini ialah manusia pada hakikatnya ingin memiliki kepuasan yang
fundamental dan seolah ingin mendapatkan hal yang lebih dari cukup maka disini
Freud mengatakan demikian. Begitu juga pada sebuah cerita tentang Roro
Mendut dan PranaCitra memiliki suatu tatanan sosial yang menarik untuk
dibahas menggunakan dua teori tersebut melalui pendekatan sosial dan
psikologinya.
Williams
mengatakan dalam bukunya yang berjudul Culture and Society (1967)
Williams menolak teori marxis ortodoks menurutnya masyarakat dan kebudayaan
merupakan suatu totalitas yang tidak terpisahkan satu sama lain. Didalam
totalitas itu tidak ada perbedaan tingkat atau derajat antara elemen-elemen
pembentuknya baik yang berupa infrastruktur maupun superstrukturnya. Setiap
usaha untuk mengambil salah satu elemen dalam totalitas itu pastilah akan
membuahkan penemuan mengenai elemen yang lain yang tercermin di dalamnya[7].
Pendapat Williams
tersebut itu bisa dibenarkan ketika konteks tesebut disematkan kepada kedua
cerita bandingan tersebut, hanya saja perbedaan sebuah latar belakang ekonomi
yang menjadi sebuah jembatan terhadap dua cerita tersebut ialah perbedaan
antara struktur sosial yang terdapat pada masing-masing negaranya.
***
Setelah dijelaskan secara singkat
tentang metode penelitian diatas, penulis ingin lebih merincikan bagian
tersebut. Pada bagian awal penulis menjelaskan bahwa karya tersebut ialah Roro Mendut dan PranaCitra, dengan
menggunakan teori hegenoni dari Raymond Williams dan Psikoanalisis Sigmund
Freud terhadap keduanya. Inti pada bagian ini sebenarnya ialah untuk
membandingkan kedua karya tersebut.
Masyarakat dan kebudayaan merupakan
suatu totalitas, didalamnya tidak ditemukan hubungan determinasi antara elemen
yang satu dari elemn yang lain. Yang ada hanyalah hubungan pembatasan (setting limits). Pada giliranya, untuk
mengatasi persoalan determinisme tersebut Williams menggunakan konsep hegemoni
Gramscian (Wolff 1982).[8]
Menurut gramsci, criteria
metodologis yang menjadi dasar studinya didasarkan pada asumsi, bahwa supremasi
suatu kelompok social menyatakan dirinya dalam dua cara, yaitu sebagai dominasi
dan kepemimpinan moral. Satu hal yang menjadi acuan penulis ialah melihat dua
sisi cerita yang sama dan apakah dari kedua cerita tersebut bukan berarti
kehidupan social pada masa itu tidak
berbeda. Kita bisa melihatnya dengan cara menganalisis dan membandingkan kedua
karya tersebut pada tatanan social.
Bagi Gramsci, sejarah adalah suatu
proses konflik-konflik dan kompromi-kompromi yang di dalamnya suatu kelas
fundamental akan muncul sekaligus sebagai dominan dan direktif, tidak hanya
dalam batasan ekonomik saja tetapi juga dalam batasan Moral dan intelektual.
Bila mengintip sebentar mengenai isi cerita ini, kita dapat melihat bahwa
cerita tersebut merupakan suatu tanggapan atau tindakan keras seorang yang
mempunyai wewenang dalam keluarga melarang mereka untuk mencintai satu sama
lain. Mengapa demikian? Pastinya ada salah satu penyebab mengapa mereka
dipisahkan dan tidak boleh saling mencintai. Mungkin kita dapat melihatnya dari
segi social dan psikologisnya. Menurut penulis bisa saja seorang pengarang
cerita tersebut melihat pada kehidupan nyata dan bisa saja itu hanya merupakan
imajinasi kreatif seorang pengarang.
Maka dalam makalah ini penulis akan
mencoba memaparkan semua sentuhan social dan psikologisnya terhadap karya
tersebut. Psikologis atau dalam karya sastra itu disebut Psikoanalisis yang
bukan sekedar teori mengenai pikiran manusia, tetapi juga praktik untuk
menyembuhkan mereka yang mentalnya dianggap sakit atau terganggu. Penyembuhan
demikian, bagi Freud, tidak dicapai hanya dengan menjelaskan pada pasien
kesalahan dalam dirinya dan mengungkapkan padanya motivasi tak sadarnya. Ini
merupakan bagian dari praktik psikoanalisis, tetapi itu saja tidak akan
menyembuhkan siapapun.[9]
Maka dari itu penulis mencoba
melihat dari sisi pengaruh psikologisnya terhadap pembaca pada masa itu dan
juga sekarang dengan menggunakan teori psikoanalisis melalui pendekatan
psikologisnya Sigmund Freud.
***
“Kisah
roro mendut diawali dengan pertemuan Roro Mendut yang berawal sama-sama
menghadapi hidup penuh penderitaan di masa bocah, Roro Mendut dan Kumuda
akhirnya dipertemukan. Kumuda yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga mafia
hingga nyaris tidak pernah mengenal Tuhan, bertemu dengan Roro Mendut yang
walaupun masih bocah dan hidup miskin serta terlunta-lunta tetapi sudah
mendalami ilmu agama dengan baik.”
Diatas merupakan sebuah penggalan
cerita tentang roro mendut yang awalnya bertemu dengan Kumuda. Krisis social
pada penggalan cerita diatas telah dapat dilihat ketika seorang yang awalnya
selalu bersama tetapi karena berbeda pendidikan ketika mereka dibesarkan
akhirnya salah satu dari mereka memiliki perbedaan pemikiran dan juga
pengetahuan. Untuk alas an yang menyangkut evolusi, kita terlahir dalam keadaan
hampir sama sekali tak berdaya dan untuk bertahan hidup seluruhnya bergantung
kepada perawatan anggota species kita yang lebih dewasa, biasanya orang tua
kita. Ketergantungan yang diperpanjang dengan tak lazim pada orangtua kita ini,
pertama-tama muncul kepermukaan ialah sebuah materi.[10] Seperti
yang terlihat pada penggalan cerita diatas, itu tergantung dari struktur
bimbingan terhadap pendidikan yang diberikan kepada seorang anak. Hal materi
juga menjadi seuatu momok yang begitu sering dikeluhkan oleh para anggota
keluarga khususnya pemimpin keluarga. Yang tadinya berpikir untuk memberikan
materi yang baik kepada sang anak tetapi beban psikologis yang ditampung begitu
berat dan akhirnya menjadi buta akan segala hal.
Factor lingkungan juga menjadi
penyebab pada psikologis seorang anak contohnya diatas ialah Kumuda ia
dilahirkan dan dibesarkan ditengah-tengah keluarga seorang mafia. Dan tidak
menutup sebuah kemungkinan apabila dia besar menjadi seorang mafia karna factor
psikologis yang telah dicampuri hal yang buruk.
Kisah percintaan romeo dan Juliet
itu tidak mempunyai restu oleh orang tuanya dikarenakan keturunan yang berbeda,
tetapi, apa daya mereka mencoba untuk berbicara apa kata hati mereka. Dan kisah
ini pun tidak ada bedanya dengan kisah Roro Mendut dan PranaCitra. berlatar
belakang masa keemasan Mataram di bawah Susuhunan Adiprabu Hanyakrakusuma Ing
Alaga Sayidin Panatagama novel ini juga memberikan gambaran mengenai adat
istiadat dan sistem hukum di kalangan para ningrat istana yang sangat sarat
dengan konflik dan persekongkolan jahat. Hak rakyat di bawah sistem monarkhi
absolut dimana raja adalah perwakilan Tuhan, adalah sebagai budak yang setiap
saat harus menyerahkan segala miliknya, bahkan diri dan nyawanya apabila sang
raja berkenan memintanya. Perbedaan terhadap keduanya menjadikan dan
mengorbankan anaknya sebagai korban kekejaman orang tua mereka masing-masing.
Mungkin apabila bebicara tentang
kisah ini hubungan yang terjadi memang didasari oleh factor politik social. Dan
kejadian ini bukan hanya ada disebuah cerita belaka, para pembaca biasanya
mendapatkan pengaruh yang positif dan kadang negative khususnya pada tataran
orangtua anak apabila mereka ditaruh pada bagian pembaca. Pemikiran pembaca
memang sulit untuk ditebak, karena mereka awalnya berpikiran baik tetapi dari
sikap dan perilaku mereka kadang dipengaruhi oleh sebuah cerita. Banyak dari
para pembaca telah mengetahui kedua kisah tersebut, berarti bukan kemungkinan
yang kecil pengaruh cerita tersebut terhadap tatanan social tiap anggota
keluarga itu menjadi berbeda.
Stasus social menjadi sebuah acauan
yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena seperti pada zaman sekarang
ini, status social sangat diperhitungkan. Mungkin seseorang ada yang berpikiran
seperti itu dan tidak menutup kemungkinan ada juga yang berbeda. Taraf
kehidupan di Indonesia khususnya itu sangat mementingkan status social
ketimbang pengalaman pendidikan. Pada tataran psikologi juga sangat, dan
pengaruh pada novel ataupun cerita seperti tema yang tak lain tentang
percintaan yang terlarang biasanya. Membuat dampak yang sangat negative
terhadap kehidupan social.
Tidak hanya cerita-cerita dalam
novel maupun dongeng tetapi juga pada film-film berseri juga mempunyai dampak
positif fan negative. Dan pada dasarnya dampak negative itulah yang lebih
memenangkan jiwanya untuk bersikap.
Menurut Williams (1986), tahun 1848
menandai terbentuknya masyarakat borjuis di Inggris. Apabila kelas social
mendeterminasi secara langsung ideology dan bentuk-bentuk kesusastraan, yang
seharusnya terjadi adalah bawha sastra yang berkembang dan dominan adalah
sastra borjuis[11].
Akan tetapi yang terjadi tidak sesederhana itu. sama halnya seperti cerita
kisah Romeo and Juliet. Tatanan social masyarakat social di Inggris seperti
demikian, yaitu penganut borjuisme yang mengusung kesetaraan gender terhadap
kehidupan social suatu masyarakat pada umumnya.
***
Sebuah karya sastra dunia maupun
nasional menjadi ketergantungan ataupun sebuah refleksi tentang kehidupan
social didunia. Pada masanya kehidupan tataran social pada masyarakat pemerintah
pusat di Kerta pada waktu itu. status kehidupan social menjadi kebanggaan tiap
masyarakat. Setiap ruang lingkup kehidupan bermasyarakat dibedakan dengan suatu
kelas social pada masa itu. dan pengaruh psikologi itu menjadi salah satu
tataran yang pada akhirnya membuat manusia menjadi sesuatu yang gila atau
melenceng. Oleh karna itu, kehidupan social politik dan Psikologi itu harus
dibarengi dengan bimbingan dan keseimbangan dalam taraf kehidupan.
DAFTAR
PUSTAKA
Faruk
DR. 1994, Pengantar Sosiologi Sastra,
Jogjakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Terry
Eagleton, 2006, Teori Sastra, sebuah
pengantar komprehensif. Kata Pengantar Widiawati Harfiyah, Jogjakarta:
Percetakan Jalasutra.
Peursen
Van A.C.Dr.Prof, 1988, Strategi
Kebudayaan. Jogjakarta: Penerbit Kanisius.
Damono
Djoko Sapardi, 2005, Pegangan Penelitian
Sastra Bandingan. Jakarta: Pusat Bahasa.
[1] Depdikbud 198, KBBI
[2] C. A. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, Kanisius, Yogyakarta,1978.
[3] Smokol, cerpen kompas pilihan
2008, Hal xii. Cetakan pertama 2009.
[4] Pengantar sosiologi sastra, Hal 4. Dr. Faruk, 1994
[5] Teori Hegemoni, Pengantar
sosiologi sastra. DR. Faruk 1994.
[6] Teori sastra-psikoanalisis, Terry Eagleton.
Jogjakarta-Bandung, 2007.
[7] Teori Hegemoni dalam studi sastra. Pengantar sosiologi sastra, DR.
Faruk Cetakan I 2004,Jogjakarta
[8] Teori Hegemoni, Raymond Williams. Pengantar Sosiologi Sastra, DR. Faruk. 2004
[9] Psikoanalisis, Teori
Sastra. Terry Eagleton. 2007
[10] Psikoanalisis, Pengantar teori sastra. Terry Eagleton. 2004
[11] Teori Hegomoni, pengantar
sosiologi sastra. DR. Faruk 1994