Film A Beautiful Mind mengisahkan seorang matematikawan John Nash (Russel Crowe) peraih nobel dalam bidang ilmu ekonomi pada tahun 1994. Dia adalah seorang matematikawan jenius tapi tak simpatik dan agak apatis. Dimulai tahun 1947 ketika dia bersekolah di perguruan tinggi Princeton dengan mendapat beasiswa Carniege. John Nash merupakan mahasiswa yang unik, ia tidak menyukai perkuliahan dan suka membolos, karena menurutnya berkuliah hanya membuang waktu saja dan mengekang kreativitas seseorang, dan hanya membuat otak menjadi tumpul. Nash lebih suka belajar secara otodidak, memahami dan memecahkan dinamika pergerakan natural melalui pemikirannya sendiri yang sangat kreatif. Nash lebih banyak meluangkan waktu di luar kelas demi mendapatkan ide orisinil untuk meraih gelar doktornya. Akhirnya dia berhasil diterima di pusat penelitian bergengsi, Wheeler Defense Lab di MIT.
Di lain sisi Nash mengidap penyakit gangguan jiwa skizofrenia yaitu suatu gangguan jiwa dimana penderitanya tidak bisa membedakan antara halusinasi dan kenyataan. Sebenarnya penyakitnya tersebut sudah dideritanya sejak dia berada di Princeton, namun semakin parah ketika ia mengajar di MIT. Hidup Nash mulai berubah ketika ia diminta Pentagon memecahkan kode rahasia yang dikirim tentara Soviet. Di sana, ia bertemu agen rahasia William Parcher. Dari agen rahasia tersebut, ia diberi pekerjaan sebagai mata-mata. Pekerjaan barunya ini membuat Nash terobsesi sampai ia lupa waktu dan hidup di dunianya sendiri.
Postmodernisme
Beautiful Mind karya Sylvia Nasar ini merupakan salah satu bentuk dari sebuah Postmodernisme, dimana John Nash (Russel Crowe) merupakan seorang matematikawan yang berkutat dengan angka-angka. angka-angka tersebut membuatnya tidak dapat keluar. dalam diri John semua hal tidak dapat dipercayai kecuali angka-angka yang keeluar dalam pikirannya tersebut. disini kita dapat merepresentasikan dalam kenyataan bahwa Postmodernisme tersebut merupakan sebuah bentuk pemikiran yang menentang norma-norma dalam realitas kehidupan, dalam artian menolak kehidupan modern yang notabennya orang-orang dapat berpikir bebas sesuai kehendak. dalam film ini John Nash yang memang seorang matematikawan tidak dapat berpendapat demikian. karena angka-angka tersebut akhirnya timbul-lah halusinasi dan John Nash tidak mempercayai orang-orang yang real dikehidupannya melainkan ia lebih percaya terhadap angka-angka yang berubah menjadi halusinasi.
pada akhirnya tidak ada obat yang dapat menyembuhkan John Nash kecuali Cinta. adakah sisi postmodernisme dalam cerita tersebut? tanyakan kepada diri kalian setelah menonton film tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar